23 June 2008

Rokok dan Pajak

Cigarette and Tax

Tembakau sebagai bahan utama rokok, merupakan sumber daya alam terbarukan karena dapat ditanam. Tetapi karena dampak negatif rokok bagi kesehatan, penggunaan tembakau seakan dibatasi layaknya sumber daya alam tak terbarukan.

Tanggal 31 Mei merupakan hari Tembakau Sedunia yang dicanangkan oleh World Health Organization (WHO) semenjak 1987. Tujuan diadakannya hari Tembakau Sedunia adalah untuk meraih perhatian masyarakat internasional tentang dampak negatif dari merokok. WHO membuat 6 strategi MPOWER, yaitu:
1). Monitor tobacco use and prevention policies.
2). Protect people from tobacco smoke.
3). Offer help to quit tobacco use.
4). Warn about the dangers of tobacco.
5). Enforce bans on tobacco advertising, promotion and sponsorship.
6). Raise taxes on tobacco.
(sumber: WHO News Release)

Bagi Indonesia, penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok yang merupakan "single commodity" pada 2006 mencapai Rp52 triliun. Atas alasan itu, pemerintah akan mendukung perkembangan industri rokok di tanah air mengingat penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok cukup besar (Antara, 2007). Sehingga upaya pengurangan perokok seperti melalui kenaikan pajak rokok barangkali mungkin merupakan hal yang masih berada di luar konteks bagi Indonesia saat ini.

Dari situs South East Asia Tobacco Control Alliance (http://www.seatca.org/upload_resource/202.doc), didapat informasi tentang mitos dan fakta rokok terhadap ekonomi termasuk pajak, berikut pemaparan ringkasnya:

Mitos 1:
Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar.
Fakta 1:
Negara membayar biaya lebih besar untuk rokok dibanding dengan pemasukan yang diterimanya dari industri rokok. Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar.
Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja, hilangnya produktivitas, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok. Biaya besar lainnya termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan perokok pasif.

Mitos 2:
Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh negara-negara kaya.
Fakta 2:
Sekarang ini kurang lebih 80% perokok hidup di negara berkembang dan angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada tahun 2020, 70% dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang (50%). Ini berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara berkembang akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk perawatan kesehatan perokok dan hilangnya produktivitas.

Mitos 3:
Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok.
Fakta 3:
Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya konsumsi rokok, suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, sehingga pemerintah mempunyai banyak kesempatan untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur.
Para ekonom independent yang mempelajari klaim industri rokok, berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Penelitian World Bank menggambarkan bahwa pada umumnya negara tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi. Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen rokok mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya. Hal ini tentunya membuka kesempatan terciptanya lapangan kerja baru.

Mitos 4:
Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok.
Fakta 4:
Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga (tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang lain (pemerintah tetap menerima pemasukan).

Mitos 5:
Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan rokok.
Fakta 5:
Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan mendorong penyelundupan rokok dari negara yang pajak rokoknya lebih rendah, dimana akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan mengurangi pendapatan pemerintah.
Walaupun penyelundupan merupakan hal yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah adalah memerangi kejahatan bukannya mengorbankan kenaikan pajak rokok. Selain itu, ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga terlibat dalam penyelundupan. Klaim seperti ini patut disikapi serius.

Mitos 6:
Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok tidak perlu.
Fakta 6:
Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok. Kenaikan pajak rokok juga akan mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok dinaikan.
Selain itu, orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang.
Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the Epidemic menunjukan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995 untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat rokok.

Mitos 7:
Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena kenaikan tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah.
Fakta 7:
Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah. Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk membeli rokok.
Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat miskin.

Mitos 8:
Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok.
Fakta 8:
Perokok membenani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang didapatkan dari asap rokok. Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka yang tidak merokok (walaupun usia perokok biasanya lebih pendek). Apabila asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat (seperti jamsostek) maka para perokok tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga.


So....gimana yah?? berenti merokok lah!

Baca juga di blog ini: Cigarette Taxes and the Transition from Youth to Adult Smoking: Smoking Initiation, Cessation, and Participation

No comments: